Rasio Solvabilitas
Menggambarkan
kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjangnya. Kondisi
keuangan yang baik dalam jangka pendek tidak menjamin adanya kondisi keuangan
yang baik juga dalam jangka panjang.
Rasio
Solavabilitas terdiri dari :
a.
Total Debt to Equity Rati
Rumus:
Total Debt
to Equity Ratio = (Total Hutang / Ekuitas Pemegang Saham) x 100%
b.
Total Debt to Asset Ratio
Rumus :
Total
Debt to Asset Ratio = (Total Hutang / Total aktiva) x 100%
Rasio Profitabilitas
Profitabilitas
merupakan kemampuan yang dicapai oleh perusahaan dalam satu periode tertentu.
Dasar penilaian profitabilitas adalah laporan keuangan yang terdiri dari
laporan neraca dan rugi-laba perusahaan. Berdasarkan kedua laporan keuangan
tersebut akan dapat ditentukan hasil analisis sejumlah rasio dan selanjutnya
rasio ini digunakan untuk menilai beberapa aspek tertentu dari operasi
perusahaan.
Analisis
profitabilitas bertujuan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh
laba, baik dalam hubungannya dengan penjualan, assets, maupun modal
sendiri. Jadi hasil profitabilitas dapat dijadikan sebagai tolak ukur ataupun
gambaran tentang efektivitas kinerja manajemen ditinjau dari keuntungan yang
diperoleh dibandingkan dengan hasil penjualan dan investasi perusahaan. Rasio merupakan salah satu metode untuk menilai kondisi keuangan
perusahaan berdasarkan perhitungan-perhitungan rasio atas dasar analisis
kuantitatif, yang menunjukkan hubungan antara satu unsur dengan unsur yang
lainnya dalam laporan rugi-laba dan neraca. Di samping itu juga, dipergunakan
rasio-rasio finansial perusahaan yang memungkinkan untuk membandingkan rasio
suatu perusahaan dengan perusahaan lain yang sejenis atau dengan rasio
rata-rata industri.
Rasio ini bertujuan untuk
mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Menurut Husnan dan
Pudjiastuti (1998 : 74), rasio profitabilitas yaitu, margin laba atas
penjualan, hasil pengembalian modal, dan hasil pengembalian modal
sendiri, maka profitabilitas sebagai berikut :
1. Gross Profit Margin
(Margin Laba Kotor)
Gross profit
margin merupakan rasio yang mengukur efisiensi pengendalian harga pokok atau
biaya produksinya, mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk berproduksi
secara efisien (Sawir, 2009:18).
Gross profit margin merupakan persentase laba kotor dibandingkan dengan
sales. Semakin besar gross profit margin semakin baik keadaan operasi
perusahaan, karena hal ini menunjukkan bahwa harga pokok penjualan relatif
lebih rendah dibandingkan dengan sales, demikian pula sebaliknya, semakin
rendah gross profit margin semakin kurang baik operasi perusahaan (Syamsuddin,
2009:61).
Grss profit margin dihitung dengan formula:
2. Net Profit Margin
(Margin Laba Bersih)
Rasio ini
mengukur laba bersih setelah pajak terhadap penjualan. Semakin tinggi Net
profit margin semakin baik operasi suatu perusahaan.
Net profit margin dihitung dengan rumus:
3. Rentabilitas Ekonomi/ daya
laba besar/ basic earning power
Rentabilitas
ekonomi merupakan perbandingan laba sebelum pajak terhadap total asset. Jadi
rentabilitas ekonomi mengindikasikan seberapa besar kemampuan asset yang
dimiliki untuk menghasilkan tingkat pengembalian atau pendapatan atau dengan
kata lain Rentabilitas Ekonomi menunjukkan kemampuan total aset dalam
menghasilkan laba.
Rentabilitas ekonomi mengukur efektifitas perusahaan dalam memanfaatkan seluruh
sumberdaya yang menunjukkan rentabilitas ekonomi perusahaan (Sawir, 2009:19).
Rentabilitas Ekonomi dihitung dengan rumus:
Rentabilitas ekonomi dapat ditentukan dengan mengalikan operating profit margin
dengan asset turnover. Rendahnya Rentabilitas Ekonomi tergantung dari (Sawir,
2009:19):
- Asset
Turnover
- Operating
Provit Margin
Operating
profit margin merupakan perbandingan antara laba usaha dan
penjualan. Operating profit margin merupakan rasio yang menggambarkan
apa yang biasanya disebut pure profit yang diterima atas setiap rupiah dari
penjualan yang dilakukan (Syamsuddin, 2009:61).
Operating profit disebut murni (pure) dalam pengertian bahwa
jumlah tersebutlah yang benar-benar diperoleh dari hasil operasi perusahaan
dengan mengabaikan kewajiban- kewajiban finansial berupa bunga serta kewajiban
terhadap pemerintah berupa pembayaran pajak. Apabila semakin tinggi operatig
profit margin maka akan semakin baik pula operasi suatu perusahaan.
Operating profit margin dihitung sebagai berikut:
4. Return on Investment
Return on
investment merupakan perbandingan antara laba bersih setelah pajak dengan total
aktiva. Return on investment adalah merupakan rasio yang mengukur
kemampuan perusahaan secara keseluruhan didalam menghasilkan keuntungan dengan
jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia didalam perusahaan (Syamsuddin,
2009:63).
Semakin tinggi rasio ini semakin baik keadaan suatu perusahaan. Return on
investment merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar laba bersih
diperoleh perusahaan bila di ukur dari nilai aktiva (Syafri, 2008:63).
Return on Investment dihitung dengan rumus:
Atau dapat juga dihitung dengan: ROI = Net profit margin x Assets turn
ove
5. Return on Equity
Return on
equity merupakan perbandingan antara laba bersih sesudah pajak dengan total
ekuitas. Return on equity merupakan suatu pengukuran dari penghasilan (income)
yang tersedia bagi para pemilik perusahaan (baik pemegang saham biasa maupun
pemegang saham preferen) atas modal yang mereka investasikan di dalam
perusahaan (Syafri, 2008:305).
Return on equity adalah rasio yang memperlihatkan sejauh manakah
perusahaan mengelola modal sendiri (net worth) secara efektif, mengukur
tingkat keuntungan dari investasi yang telah dilakukan pemilik modal sendiri
atau pemegang saham perusahaan (Sawir 2009:20). ROE menunjukkan rentabilitas
modal sendiri atau yang sering disebut rentabilitas usaha.
Return on equity dapat dihitung dengan formula:
6. Earning
per share (EPS)
Earning per
share adalah rasio yang menunjukkan berapa besar kemampuan perlembar saham dalam
menghasilkan laba (Syafri, 2008:306).
Earning per share merupakan rasio yang menggambarkan jumlah rupiah yang
diperoleh untuk setiap lembar saham biasa (Syamsuddin, 2009:66). Oleh karena
itu pada umumnya manajemen perusahaan, pemegang saham biasa dan calon pemegang
saham sangat tertarik akan earning per share. Earning per share
adalah suatu indikator keberhasilan perusahaan.
Earning per share dihitung dengan rumus:
Berikut
contohnya laporan rugi labanya :
PT. MAUNYA LABA
Penjualan Bersih
|
112.760.000
|
Harga Pokok Penjualan (HPP)
|
(85.300.000)
|
Laba Kotor
|
27.460.000
|
Biaya Pemasaran (6.540.000)
|
|
Biaya Admin&Umum (9.400.000)
|
|
Biaya Operasional
|
(15.940.000)
|
Laba sebelum bunga & Pajak (EBIT)
|
11.520.000
|
Bunga Hutang (jika ada)
|
(3.160.000)
|
Laba Sebelum Pajak (EBT)
|
8.360.000
|
Pajak Pendapatan (48%) atas EBT
|
(4.013.000)
|
Laba setelah pajak
|
4.347.000
|
Catatan:
Total Aktiva
PT MAUNYA LABA = Rp81.890.000,-
Adapun Rasio Profitabilitas yang akan dipakai adalah:
- Gross
profit margin
- Net
profit margin
- Return
on Investment (ROI)
Gross Profit Margin
Gross Profit Margin = (Penjualan - HPP) / Penjualan Atau
Gross Profit Margin = Laba Kotor / Penjualan
Gross Profit Margin = 27.460.000 / 112.760.000 = 0,2435 = 24,35%
Gross Profit margin = 24,35%
artinya bahwa setiap Rp1,- (satu rupiah) penjualan mampu menghasilkan laba
kotor sebesar Rp0,2435. Semakin tinggi profitabilitasnya berarti semakin baik.
Tetapi pada penghitungan Gross Profit Margin, sangat dipengaruhi oleh HPP,
sebab semakin besar HPP, maka akan semakin kecil Gross Profit Margin yang
dihasilkan.
Net Profit Margin
Net Profit Margin = Laba setelah pajak (EAT)/Penjualan
Net Profit Margin = 4.347.000 / 112.760.000 = Rp0,0386 = 3,86%
Apabila Gross Profit Margin selama suatu periode tidak berubah, sedangkan Net
Profit Marginnya mengalami penurunan, berarti biaya meningkat relatif besar
dibanding dengan peningkatan penjualan.
Return On Investment (ROI) atau Return on Assets (ROA)
ROI = Laba setelah pajak (EAT) / Total Aktiva
ROI =
4.347.000 / 81.890.000 = Rp0,0531 = 5,31%
ROI = 5,31%
artinya
menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari aktiva yang
dipergunakan, berarti dengan Rp1000,- aktiva akan menghasilkan laba bersih
setelah pajak Rp53,10 atau dengan Rp1,- menghasilkan laba bersih (EAT)
Rp0,0531,-
Rasio
pasar
Rasio pasar merupakan
sekumpulan rasio yang nghubungkan harga saham dengan laba dan nilai buku per
saham. Rasio ini memberikan petunjuk mengenai apa yang dipikirkan invenstor
atas kinerja perusahaan di masa lalu serta prospek di masa mendatang (Moeljadi,
2006:75).
Menurut Hanafi
(2004:43). Rasio pasar mengukur harga pasar saham perusahaan,
relative terhadap nilai bukunya. Sudut pandang rasio ini lebih banyak berdasar
pada sudut pandang investor ataupun calon investor, meskipun pihak manajemen,
juga berkepentingan rasio ini. Rasio modal saham atau rasio pasar terdiri dari:
1. Rasio
Pendapatan Per Lembar Saham (Earning Per Share)
Menurut Alwi
(2003:77), Earning Per Share (EPS) biasanya menjadi perhatian
pemegang saham pada umumnya atau calon pemegang saham dan manajmeen. EPS
menunjukan jumlah uang yang dihasilkan (return) dari seti lembar saham. Semakin
besar nilai EPS semakin besar keuntungan yang diterima pemegang saham.
Seorang
investor membeli dan mempertahankan saham suatu perusahaan dengan harapan akan
memperoleh deviden atau capital gain. Laba biasanya menjadi dasar
penentuan pembayaran deviden dan kenaikan harga saham di masa mendatang. Oleh
karena itu, para pemegang saham biasanya tertarik dengan angka EPS yang
dilaporkan perusahaan. EPS hanya dihitung untuk saham biasa (Prastowo,
2005:93).
EPS=
|
Laba Bersih - deviden saham
istemewa
|
Rata-rata tertimbang jumlah lembar saham biasa yang
beredar
|
|
|
2. Rasio
Harga Laba (Price Earning Ratio)
Menurut Moeljadi
(2006:75), Price Earning Ratio (PER) menunjukan berapa banyak
investor bersedia membayar untuk tiap rupiah dari laba yang dilaporkan.
Oleh para
investor rasio ini digunakan untuk memprediksi kemampuan perusahaan dalam
menghasilakan laba di masa yang akan datang. Kesedian para investor untuk
menerima kenaikan PER sangat bergantung pada prospek perusahaan. Perusahaan
dengan peluang tingkat pertumbuhan yang tingi, biasanya memiliki PER yang
tinggi. Sebaliknya perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah cenderung
memiliki PER yang rendah pula (Prastowo 2005:96)
PER=
|
Harga pasar per lembar saham
|
X
|
1 Kali
|
Pendapatan per lembar saham
|
|
|
|
|
3. Rasio
Pasar Per Buku (Market To Book Value Ratio)
Rasio ini
menunjukan berapa besar nilai perusahaan dari apa yang telah atau sedang
ditanamkan oleh pemilik perusahaan, semakin tinggi rasio ini, semakin besar
tambahan wealth (kekayaan) yang dinikmati oleh pemilik perusahaan
(Husnan, 2006:76)
Menurut
prastowo (2005:99),jika harga pasar berada di bawah nilai bukunya, investor
memandang bahwa perusahaan tidak cukup potensial. Bila seorang investor
pesimistik atau prospek suatu saham, banyak saham dijual pada harga di bawah
nilai bukunya. Sebaliknya jika investor optimistic maka saham dijual dengan harga
di atas nilai bukunya.
MBV =
|
Harga pasar per saham
|
X
|
1 Kali
|
Nilai buku per saham
|
Book value per share (nilai buku per saham) dihitung
dengan membagi ekuitas saham biasa dengan jumlah saham yang berdedar (Moeljadi,
2006:75)
4. Rasio
Pendapatan Deviden (Dividend Yield Ratio)
Dividend
Yield adalah dividen yang dibayarkan dibagi dengan harga
saham sekarang (Jones, 2004:41). Dividend yield dinyatakan dalam bentuk
persentase yang merupakan salah satu komponen dari total return (Total
Return = Yield + Price Change).
Dividen
yield merupakan sebagian dari total return yang akan diperoleh investor.
Biasanya perusahaan yang mempunyai prospek pertumbuhan yang tinggi akan
mempunyai dividend yield yang rendah, karena dividen sebagian besar akan
diinvestasikan kembali. Kemudian karena perusahaan dengan prospek yang tinggi
akan mempunyai harga pasar saham yang tinggi, yang berarti pembaginya tinggi,
maka dividend yield untuk perusahaan macam ini akan cenderung lebih
rendah (Hanafi, 2004:43)
DY =
|
Dividen per lembar saham
|
X
|
100%
|
Harga per lembar saham
|
5. Rasio
Pembayaran Dividen (Dividend Payout Ratio)
Rasio ini
melihat bagian pendapatan yang dibayarkan sebagai dividen kepada investor.
Bagian lain yang tidak dibagikan akan diinvestasikan kembali ke perusahaan
(Hanafi, 2004:44)
Perusahaan
yang mempunyai tingkat pertumbuhan yang tinggi akan mempunyai rasio pembayaran
dividen yang rendah. Sebaliknya perusahaan yang tingkat pertumbuhannya rendah
akan mempunyai raio yang tinggi. Pembayaran dividen juga merupakan kebijakan
dividen perusahaan. Menurut Alwi (2003:78), semakin besar rasio ini maka
semakin lambat atau kecil pertumbuhan pendapatan perusahaan.
DPR=
|
Dividen per lembar saham
|
X
|
100%
|
Pendapatan per lembar saham
|
Sumber:
Sawir, Agnes, 2009. Analisa Kinerja Keuangan dan Perencanaan
keauangan Perusahaan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Syafri Harahap, Sofyan, 2008. Analisa Kritis atas Laporan Keuangan,
PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Syamsuddin, Lukman, 2001. Manajemen Keuangan Perusahaan, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta.